Jum'at, 29 Maret 2024
Angga Roni Priambodo | Aditya Prasanda : Jum'at, 15 Februari 2019 | 08:30 WIB

Aktifkan Notifikasimu

Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.

Guideku.com - Saat pesawat rute Uruguay-Chile menabrak pegunungan Andes tahun 1972, Pedro Algorta bersama beberapa penumpang lainnya berhasil bertahan, bahkan hingga 71 hari harus mendekam di antara suhu di bawah nol derajat celcius.

Longsoran salju dan serangan hipotermia membuat harapan hidup kian menipis sementara persediaan makanan perlahan habis.

Di antara gelimang jenazah penumpang pesawat lainnya dan keharusan untuk bertahan hidup, Algorta dan 15 orang yang masih selamat harus mengambil keputusan penting, memakan daging orang-orang yang telah mati atau memilih mati bersama mereka.

Insting untuk bertahan hidup pun membuatnya harus mengindahkan akal sehat sejenak, potongan daging manusia ia lumat guna bertahan dari kematian lainnya.

''Tugas saya saat itu hanyalah bertahan hidup. Insting sebagai manusia menuntun saya memakan daging jenazah tanpa mengindahkan rasionalitas,'' ujar Algorta seperti dikutip Guideku.com dari Vice.

Sembari menyisir padang salju dan terpaan badai nan mencekam, Algorta dan penumpang lainnya menyisihkan potongan daging manusia ke dalam kantung pakaian. Semua dilakukannya agar tidak kekurangan gizi.

(Wikimedia Alexisalive)

21 tahun kemudian kisah Algorta diangkat ke layar lebar melalui film bertajuk Alive.

Ia hari ini menjadi saksi bagaimana manusia dapat menembus batas kemampuannya demi bertahan hidup.

BACA SELANJUTNYA

Aduk Emosi, 4 Film Survival di Alam Bebas, Tontonan Wajib Para Petualang