Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Guideku.com - Seni bertahan hidup sekaligus antitesis bagi kehidupan modern yang serba cepat ini kian digemari masyarakat penghuni wilayah padat populasi. Mereka menyebutnya sebagai Slow Living.
Masyarakat yang menjalaninya, lebih berani menggunakan waktu untuk mengoptimalkan aktivitas mereka dengan lebih baik tanpa harus tergesa-gesa.
Seseorang yang menjalani pola hidup Slow Living cenderung lebih berhati-hati dan tenang dalam menjalani keseharian, alih-alih terburu-buru dan agresif di tengah geliat zaman yang serba instan.
Bertolak dari satu persoalan yang sama, bahwa segala hal yang cepat tak melulu memberikan efek positif pada peningkatan kualitas hidup, Slow Living perlahan diterapkan pada banyak aspek kehidupan lainnya.
Baca Juga
Beberapa di antaranya dihimpun Guideku.com di sini. Apa saja?
Slow Work
Sebuah penelitian menyebut mereka yang bekerja sembari diburu waktu cenderung tak dapat menumpahkan kreativitas dan ide-ide segar secara optimal.
Slow Work menjadi jawaban atas hal tersebut. Pada praktiknya pola kerja ini tak bermaksud menjustifikasi untuk bermalas-malasan. Justru sebaliknya mendorong setiap orang untuk fokus menghasilkan kreasi yang berkualitas.
Slow Food
Pasca kemunculan makanan cepat saji yang menjalari dunia, tahun 1986, sejumlah aktivis mindful eating yang diprakarsai Carlo Petrini di Italia, memimpin gerakan Slow Food.
Gerakan ini menganggap makanan cepat saji merugikan bisnis peternakan dan perkebunan lokal.
Lebih jauh, esensi masyarakat dalam mengolah dan mengonsumsi makanan pun turut berubah.
Produsen fast food juga digugat sebab menurunkan jumlah nutrisi asli makanan, menyebabkan konsumennya mengalami bermacam gangguan pencernaan dan obesitas.
Slow Eating
Gerakan ini mengkampanyekan konsumen untuk dapat mengunyah makanan secara perlahan guna memastikan makanan yang dilumat hancur seratus persen saat dicerna tubuh.
Teknik melumat makanan secara perlahan juga dapat membantu melancarkan sistem pencernaan dan memperbaiki penyerapan nutrisi.
Slow Parenting
Orang tua yang menerapkan gaya asuh ini akan membiasakan anaknya untuk lebih bersabar dalam memperoleh apa pun yang mereka inginkan.
Kesadaran yang dipupuk sejak dini tersebut akan berpengaruh pada peningkatan kecerdasan emosi (EQ) anak seiring mereka beranjak dewasa.
Terkini
- 5 Tempat Wisata Religi di Solo, Terbaru Masjid Raya Sheikh Zayed
- 10 Tempat Wisata Cianjur, Libur Lebaran Jadi Semakin Seru
- Rekomendasi 9 Tempat Wisata Religi di Indonesia, Cocok untuk Momen Libur Lebaran
- Tips Peregangan Saat Naik Kendaraan, Dijamin Bebas Pegal saat Mudik
- Catat! 5 Provinsi Ini Bakal Ramai Pemudik saat Liburan Idul Fitri
- Tips Mudik Lebaran Pakai Kendaraan Pribadi: Lebih Nyaman Dijamin Aman
- Potensinya Gede, Kunjungan Wisman Jepang ke Indonesia Terus Ditingkatkan
- Mudik Lebaran 2024 Naik Kereta, Masih Wajib Vaksin Covid-19?
- Survei Agoda: Perjalanan yang Ramah Lingkungan Lebih Disukai Wisatawan
- 4 Alasan Kamboja Bisa Jadi Destinasi Wisata Seru, Mau Piknik ke Sana?
Berita Terkait
-
Granola Isi Kurma Populer Diburu Masyarakat Indonesia, Apa Manfaatnya?
-
Hidup Lebih Sehat, 5 Seleberitis Cantik Ini Jalani Hidup Sebagai Vegan
-
Menelisik Yungay, Kota yang jadi Kuburan Massal di Peru
-
Sekilas Tentang Silogui, Anak Panah Beracun Andalan Suku Mentawai
-
Awet Cantik, Hadiri Acara Adat di Bali, Lulu Tobing Tampil Memukau
-
Taktis, ini 5 Trik Vakansi Meski Tiket Pesawat Melambung Tinggi
-
Kemenhub Nilai Masih Ada Warga yang Belum Sadar Keselamatan Penerbangan
-
4 Mitos yang Diyakini Warga Jepang, Bisa Sebabkan Sial hingga Meninggal
-
Ingin Vakansi ke Irlandia dengan Visa Gratis? Gini Caranya!
-
Oshiya, Petugas Kereta Jepang Khusus Atasi Penumpang Bejibun