Rabu, 24 April 2024
Dany Garjito | Amertiya Saraswati : Minggu, 21 Juli 2019 | 15:00 WIB

Aktifkan Notifikasimu

Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.

Guideku.com - Di kunjungan Suara.com ke Singapura pada hari pertama, ada sebuah kejutan tak terduga dalam bentuk Evening Food and Cultural Tour of Joo Chiat.

Ya, selama ini, Singapura memang identik dengan wisatanya yang serba modern dan maju.

Begitu pulalah yang ada di pikiran kami, sampai kami menjajal tur wisata di kawasan Joo Chiat atau daerah peranakan di Singapura.

Evening Food and Cultural Tour of Joo Chiat sendiri merupakan salah satu agenda yang direkomendasikan dalam daftar Things to Do di aplikasi Agoda dan dipilih untuk mengisi hari pertama kami.

Dipimpin tour guide lokal, kami memulai wisata setelah menjajal menggunakan MRT dari Sentosa menuju Paya Lebar.

Setelah perjalanan sekitar 40 menit lamanya, Mr. Anthony selaku tour guide kami sudah menunggu dan siap membawa kami berkeliling.

Joo Chiat Road Tour, Singapura (Suara.com/Amertiya)

Awalnya, kami diajak naik bus menuju daerah Katong. Daerah Katong ini merupakan salah satu daerah peranakan di Singapura.

Bagi yang belum tahu, peranakan sendiri adalah istilah yang mengacu bagi orang-orang keturunan campuran China dan Melayu atau Indonesia.

Sembari berjalan menyisiri daerah Katong, kami dijelaskan bahwa orang-orang peranakan berasal dari abad ke-15 ketika pedagang China tiba di Melaka dan menikah dengan perempuan lokal.

Yang unik, orang-orang peranakan di Singapura rupanya merupakan salah satu wujud nyata dari tingginya toleransi dan uniknya kebudayaan negara ini.

Joo Chiat Road Tour, Singapura (Suara.com/Amertiya)

Namun, sebelum masuk lebih dalam ke topik tersebut, kami diajak berhenti sebentar di sebuah restoran mungil di pinggir jalan.

Walau tempatnya sederhana, restoran 328 Katong Laksa tersebut rupanya merupakan salah satu gerai katong laksa terbaik.

Bahkan, Gordon Ramsay pun disebut pernah berkunjung kemari. Begitu pula dengan deretan sederet artis-artis lainnya.

Katong laksa sendiri merupakan laksa khas daerah Katong yang terdiri dari mie yang dipotong-potong, potongan fish cake, dan udang.

Rasanya pun jauh lebih mantap daripada laksa biasa, dikarenakan katong laksa mengandung banyak rempah-rempah.

Yang istimewa, sambal katong laksa ini punya cita rasa manis-asam sehingga rasa laksa akan jauh lebih nikmat jika ditambah sambal.

Joo Chiat Road Tour, Singapura (Suara.com/Amertiya)

Selesai mengganjal perut dengan katong laksa, barulah kami beranjak ke Rumah Kim Choo.

Terletak bersebelahan, Rumah Kim Choo ini menjual aneka macam jajanan tradisional.

Uniknya, karena masih tercampur budaya Indonesia dan Melayu, kami dapat menemukan makanan seperti klepon, dadar gulung, lapis, serta bakcang dijual di sini.

Setelah lagi-lagi berhenti mencicip makanan, barulah kami memasuki toko suvenir yang juga merupakan bagian dari Rumah Kim Choo.

Di sinilah kami sukses dibuat terpana, lantaran toko suvenir Kim Choo tersebut benar-benar menggambarkan akulturasi antara berbagai macam budaya di kalangan peranakan.

Tak heran, pemandu wisata kami pun menyebut daerah peranakan sebagai sesuatu yang eklektik dan wajib dikunjungi saat ke Singapura. 

Bahkan, Evening Food and Cultural Tour of Joo Chiat juga direkomendasikan sebagai tur yang dapat dipesan turis lewat Agoda.

Joo Chiat Road Tour, Singapura (Suara.com/Amertiya)

Jika di lantai satu kami bisa melihat aneka suvenir seperti dompet, sepatu, tatakan gelas, hingga guci yang dihiasi motif bunga peoni, anggrek, dan phoenix; rupanya ada surga tersembunyi di lantai dua toko ini.

Bukan toko biasa, Rumah Kim Choo adalah toko yang merangkap museum sejarah singkat peranakan.

Naik ke lantai dua, kami dibuat kagum oleh berbagai macam sulaman yang dibuat dari manik-manik super kecil.

Konon, orang peranakan memang memiliki budaya patriarki sehingga wanita baru akan diterima jika kemampuan menyulam dan menjahitnya sudah terbukti.

Tak hanya sulaman, ada pula foto-foto hitam putih yang menggambarkan kehidupan orang peranakan di zaman dulu.

Joo Chiat Road Tour, Singapura (Suara.com/Amertiya)

Namun, yang lebih menarik lagi, adalah semua peralatan rumah tangga dan furnitur yang terpajang.

Seperti disebutkan sebelumnya, peranakan benar-benar menggabungkan gaya arsitektur Eropa, China, dan Melayu serta pengaruh agama Budha, Taoism, dan Kristen.

Tidak heran, banyak kursi atau meja bergaya Eropa yang dihiasi dekorasi khas China.

Begitu pula dengan baju sehari-hari, yang menyerupai kebaya namun digabungkan dengan motif hewan-hewan fantasi dalam kebudayaan China.

Yang menakjubkan, campuran aneka budaya ini membuat orang-orang peranakan fasih paling tidak dua bahasa. Mereka pun juga dapat menggunakan dialek khas akibat percampuran bahasa tersebut.

Joo Chiat Road Tour, Singapura (Suara.com/Amertiya)

Usai memahami asal-muasal budaya peranakan, Mr. Anthony membawa kami menuju Joo Chiat Road.

Namun, lagi-lagi kami pun menyempatkan diri untuk berhenti dan menikmati kuliner roti prata.

Mirip seperti roti canai, roti prata ini disajikan dengan kuah kari kambing, kuah kari ikan, atau gula pasir.

Sementara untuk minuman, kami menyeruput teh tarik panas yang memiliki rasa tidak terlalu manis namun pas digabungkan dengan roti prata.

Dengan perut makin kenyang, kami pun berjalan menyusuri Joo Chiat Road yang juga merupakan area penting di sejarah orang peranakan.

Joo Chiat Road Tour, Singapura (Suara.com/Amertiya)

Terkenal sebagai destinasi wisata Instagramable, Joo Chiat Road merupakan tempat di mana rumah-rumah khas peranakan masih bersemayam.

Masih menggambarkan budaya peranakan yang campur-aduk, rumah ini memiliki pilar khas bangunan Eropa, ventilasi bergaya China, dan atap bergaya Melayu.

Semua rumah pun dicat dengan warna-warni bak pelangi, membuatnya sebagai objek warisan sejarah yang sukses menarik atensi.

Saking uniknya rumah-rumah ini, tak heran jika harganya pun mahal bukan main.

Rumah-rumah peranakan dapat terlihat di setiap sudut Joo Chiat Road, baik yang masih totalitas mempertahankan bentuk aslinya maupun yang sudah mengalami perombakan.

Sayangnya, karena hari sudah mulai gelap saat kami tiba di Joo Chiat Road, warna-warni di area rumah peranakan tersebut tidak seindah saat siang hari.

Joo Chiat Road Tour, Singapura (Suara.com/Amertiya)

Perjalanan mengelilingi area peranakan sendiri berlangsung sekitar 3 sampai 4 jam lamanya.

Demi mengisi tenaga, kami pun menyempatkan diri untuk mencicip kuliner berupa kue putu piring dan pisang goreng.

Kue putu piring tak jauh berbeda dari putu di Indonesia, hanya saja cetakannya berbentuk pipih layaknya piring.

Joo Chiat Road Tour, Singapura (Suara.com/Amertiya)

Bisa dibilang, kami benar-benar mendapat banyak pengalaman baru soal wisata di Singapura sekaligus pelajaran berharga lewat Evening Food and Cultural Tour of Joo Chiat yang direkomendasikan Agoda tersebut.

Tur ini sendiri bisa dinikmati baik oleh keluarga maupun saat kamu liburan bersama teman. Sementara untuk pecinta kuliner, tur ini dijamin tidak akan mengecewakan lidahmu.

Namun, karena kamu diharuskan untuk berjalan berjam-jam, pastikan untuk mengenakan sepatu yang nyaman dan menyiapkan tenagamu, ya.

Selain itu, bawa juga sejumlah uang untuk membeli aneka suvenir khas peranakan yang ada di sepanjang tur.

Sementara untuk makanan, kamu tak perlu khawatir karena tour guide sudah siap untuk membelikan makanan khas yang ada. Tapi, bagi kamu yang ketagihan dan ingin membeli lebih, ingatlah untuk membayar sendiri.

Yuk ikutan tur di area peranakan ini agar wisatamu di Singapura bisa lebih berkesan!

BACA SELANJUTNYA

Bandara Indonesia Masuk 10 Besar Bandara Family Friendly, Kalahkan Singapura dan Jepang