Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Guideku.com - Perburuan paus bukanlah hal yang asing bagi mereka yang hidup ribuan tahun lalu. Namun, apa jadinya jika aktivitas itu masih berlanjut hingga masa kini?
Sering juga disebut dengan istilah whaling, para pemburu paus akan mengambil daging, kulit, organ dalam, bahkan hingga bagian lemak dari paus tangkapan mereka.
Aktivitas ini adalah sesuatu yang dianggap wajar pada zaman Abad Pertengahan di Eropa dulu. Meski begitu, seiring berjalannya waktu, perburuan paus pun mulai dihentikan.
Namun, seolah terjebak dalam masa lalu, hal yang sama tidak berlaku bagi masyarakat yang tinggal di Kepulauan Faroe.
Baca Juga
-
Kemenpar Gandeng BRI dan Traveloka, Siap Bikin Liburan Murah
-
Lezatnya Gudeg Ceker Bu Sastro, Pedasnya Merasuk di Lidah
-
Rangkaian Seru Acara di Festival Bahari Kepri, Ada Konvoi Jetski!
-
Blusukan ke Dongdaemun ala Jokowi, Ini Tips yang Perlu Kamu Tahu
-
Festival Wine Over Water, Cara Baru Menikmati Wine di Atas Sungai
Kepulauan Faroe adalah sebuah kepulauan kecil yang terletak di Samudera Atlantik utara. Saking terpencilnya, wajar jika warga di sini tidak terjangkau pengaruh dunia modern.
Masyarakat Kepulauan Faroe sendiri adalah keturunan langsung dari bangsa Viking yang sudah melakukan tradisi perburuan paus sejak dulu kala.
Hal ini dilakukan dengan alasan bertahan hidup, terlebih karena tanah di Kepulauan Faroe merupakan jenis tanah yang sulit untuk ditanami.
Tidak hanya itu, penduduk Kepulauan Faroe masih memegang anggapan bahwa membunuh paus sama sekali tidak ada bedanya dengan menyembelih kambing atau ayam.
Hingga saat ini pun, masyarakat Kepulauan Faroe masih melakukan tradisi perburuan paus atau yang lebih sering disebut Grindadrap.
Grindadrap dilakukan sekali dalam setahun, biasanya menjelang musim panas. Para pemburu akan mengelilingi paus pilot ini dengan kapal dan mendesaknya ke pesisir pantai.
Setelah itu, mereka akan membunuh paus-paus ini dengan cara menombak tulang belakang si paus. Menurut mereka, ini adalah cara paling berperikemanusiaan karena paus-paus tersebut akan mati dalam hitungan detik.
Barulah setelah itu mereka akan memotong-motong para paus tersebut, kemudian membagikan hasil tangkapan secara merata ke seluruh warga.
Maka, tidak heran jika laut di sekitar Kepulauan Faroe akan berubah menjadi semerah darah setiap kali tradisi Grindadrap ini dilakukan.
Kurang lebihnya, ada sekitar 1000 paus pilot yang diburu dan dikonsumsi oleh masyarakat Kepulauan Faroe per tahunnya.
Kendati paus pilot belum masuk ke dalam daftar spesies yang terancam kepunahan, aktivitas ini tetap saja mengundang kritik dan kecaman dari para aktivis binatang.
Seiring dengan berkembangnya peradaban, para aktivis berpendapat bahwa masyarakat di Kepulauan Faroe saat ini bisa bertahan hidup tanpa perlu memburu paus.
Alasan mengapa penduduk Kepulauan Faroe saat ini masih melakukan Grindadrap adalah mempertahankan tradisi yang ada, bukan untuk bertahan hidup.
Ditambah lagi, daging paus juga mengandung kadar merkuri yang dapat berbahaya bagi kesehatan jika terus-menerus dikonsumsi.
Oleh karenanya, banyak yang berusaha agar tradisi Grindadrap ini bisa dihentikan dengan cara melakukan pendekatan dan mengedukasi penduduk Kepulauan Faroe tanpa menghakimi tradisi mereka.
Nah, bagaimana pendapatmu?
Tag
Terkini
- 5 Tempat Wisata Religi di Solo, Terbaru Masjid Raya Sheikh Zayed
- 10 Tempat Wisata Cianjur, Libur Lebaran Jadi Semakin Seru
- Rekomendasi 9 Tempat Wisata Religi di Indonesia, Cocok untuk Momen Libur Lebaran
- Tips Peregangan Saat Naik Kendaraan, Dijamin Bebas Pegal saat Mudik
- Catat! 5 Provinsi Ini Bakal Ramai Pemudik saat Liburan Idul Fitri
- Tips Mudik Lebaran Pakai Kendaraan Pribadi: Lebih Nyaman Dijamin Aman
- Potensinya Gede, Kunjungan Wisman Jepang ke Indonesia Terus Ditingkatkan
- Mudik Lebaran 2024 Naik Kereta, Masih Wajib Vaksin Covid-19?
- Survei Agoda: Perjalanan yang Ramah Lingkungan Lebih Disukai Wisatawan
- 4 Alasan Kamboja Bisa Jadi Destinasi Wisata Seru, Mau Piknik ke Sana?