Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Guideku.com - "Ojo meneng ae, cok!" (jangan diam doang, cok!) demikian ungkapan ini familiar digunakan di kawasan Jawa Timur.
Cok, kata sapaan dalam frasa tersebut merupakan singkatan dari Jancok kerap pula ditulis sebagai dancok, jancuk, ancuk maupun coeg, merupakan ungkapan keakaraban yang acap digunakan komunitas masyarakat di Jawa Timur, terutama Surabaya dan sekitarnya.
Banyak yang mengasosiasikan kata ini dengan sesuatu yang berkonotasi buruk dan negatif, sementara di Jawa Timur, jancok merupakan perlambang jalin keakraban.
Sejarah mencatat, jancok memiliki beragam latar belakang yang berbeda. Bahkan cara penyampaian pun dapat berbeda jika digunakan dan disampaikan dengan maksud tertentu.
Baca Juga
Maka tak heran, intonasi dan bunyi Jancok bisa memunculkan penafsiran yang beragam saat diterapkan dalam beragam aktivitas.
Guideku.com mencoba menelusuri sejarah kata ajaib ini melalui berbagai sumber.
1. Versi kamus dan penelitian Jaseters
Menilik Kamus Daring Universitas Gadjah Mada, istilah jancok melambangkan ekspresi kekecewaan, amarah dan keheranan yang teramat, maknanya pun dapat disejajarkan dengan kata umpat, ''sialan, keparat, berengsek.''
Hal yang sama juga diamini badan penelitian Jaseters yang menyebut Jancok sebagai ungkapan kekecewaan yang berkembang dari kata Jan yang berarti ''teramat sangat'' dan Cak yang berarti ''kakak''.
Konon, dua gabungan kata ini digunakan untuk menyampaikan kekecewaan pada seorang kerabat yang lebih tua, lantas berkembang menjadi jancok yang kita kenal hari ini.
2. Versi Arab
Ada pula sumber yang menyebut, jancok merupakan pengembangan dari kata berbahasa Arab, Da'Suk yang artinya kurang lebih, ''tinggalkanlah keburukan'.
3. Versi zaman penjajahan
Beberapa sumber juga menyebut, jancok merupakan pengembangan dari ungkapan Belanda, yakni ''yantye ook'' yang artinya ''kamu juga''.
Konon remaja Indonesia di zaman kolonial mengadaptasi kata tersebut menjadi ''yantcook'' yang difungsikan untuk mengolok-olok warga Belanda.
Kata tersebut kemudian berkembang hingga kita kenal hari ini menjadi jancok.
4. Versi masyarakat Palemahan di Surabaya
Masyarakat Kampung Palemahan di Surabaya memiliki sejarah unik dengan kata jancok sendiri.
Selaras dengan kamus daring UGM dan penelitian Jaseters, di Palemahan, jancok merupakan perlambang ungkapan kekecewaan.
Jancok bagi warga Palemahan merupakan akronim dari umpatan 'Marijan Encuk' artinya 'Marijan berhubungan badan'.
Encuk sendiri merupakan kata berbahasa Jawa yang artinya 'berhubungan badan'.
Kata ini kemudian berkembang menjadi jancok yang kita kenal hari ini.
Di luar keempat latar sejarah tersebut, versi lebih simpatik menyebut jancok bukanlah kata berkonotasi buruk, sesungguhnya.
Seperti halnya banyak kata ungkapan lain seperti 'anj*ng', pemaknaannya akan bergeser ketika seseorang menggunakannya dengan maksud tertentu.
Sujiwo Tejo menjelaskan hal ini secara rinci dalam bukunya Jiwo Jancuk.
''Jancuk'' itu ibarat sebilah pisau. Fungsi pisau sangat tergantung dari user-nya dan suasana psikologis si user. Kalau digunakan oleh penjahat, bisa jadi senjata pembunuh. Kalau digunakan oleh seorang istri yang berbakti pada keluarganya, bisa jadi alat memasak. Kalau dipegang oleh orang yang sedang dipenuhi dendam, bisa jadi alat penghilang nyawa manusia. Kalau dipegang orang yang dipenuhi rasa cinta pada keluarganya bisa dipakai menjadi perkakas untuk menghasilkan penghilang lapar manusia. Begitupun 'jancuk', bila diucapkan dengan niat tak tulus, penuh amarah, dan penuh dendam maka akan dapat menyakiti. Tetapi bila diucapkan dengan kehendak untuk akrab, kehendak untuk hangat sekaligus cair dalam menggalang pergaulan, 'jancuk laksana pisau bagi orang yang sedang memasak. “Jancuk” dapat mengolah bahan-bahan menjadi jamuan pengantar perbincangan dan tawa-tiwi di meja makan.''
Nah sudah tahu kan. Menarik ya, cok!
Terkini
- 5 Tempat Wisata Religi di Solo, Terbaru Masjid Raya Sheikh Zayed
- 10 Tempat Wisata Cianjur, Libur Lebaran Jadi Semakin Seru
- Rekomendasi 9 Tempat Wisata Religi di Indonesia, Cocok untuk Momen Libur Lebaran
- Tips Peregangan Saat Naik Kendaraan, Dijamin Bebas Pegal saat Mudik
- Catat! 5 Provinsi Ini Bakal Ramai Pemudik saat Liburan Idul Fitri
- Tips Mudik Lebaran Pakai Kendaraan Pribadi: Lebih Nyaman Dijamin Aman
- Potensinya Gede, Kunjungan Wisman Jepang ke Indonesia Terus Ditingkatkan
- Mudik Lebaran 2024 Naik Kereta, Masih Wajib Vaksin Covid-19?
- Survei Agoda: Perjalanan yang Ramah Lingkungan Lebih Disukai Wisatawan
- 4 Alasan Kamboja Bisa Jadi Destinasi Wisata Seru, Mau Piknik ke Sana?
Berita Terkait
-
Kuliner Unik Surabaya: Kelezatan Indomie Penyet di Warung Mie Pak Lamidi, Murah Kenyang Sampai Pagi
-
4 Alasan Mengapa Dilarang Merokok Dalam Pesawat
-
Kota Tua Surabaya Dibuka Akhir November, Bisa Dikunjungi Saat Libur Akhir Tahun?
-
Cerita Pengalaman Naik Kapal dari Surabaya ke Lombok, Fasilitasnya Mantap!
-
10 Tempat Wisata di Pasuruan Lengkap dengan Harga Tiket Masuk
-
Punya Kamar Tematik Khusus Anak, Hotel di Surabaya Ini Curi Perhatian
-
Bukan Bali, Pantai Papuma Cantik Ini Ternyata Ada di Jember
-
Four Points by Sheraton Surabaya Pakuwon Indah Hadirkan Kamar Tematik Anak
-
Mantap! Sambut Wisatawan, Pintu Masuk ke Gunung Bromo Dibuka Kembali
-
Mixologist Kelas Dunia dan Celebrity Chef Hadir di The Westin Surabaya