Senin, 29 April 2024
Angga Roni Priambodo | Aditya Prasanda : Rabu, 05 Desember 2018 | 09:44 WIB

Aktifkan Notifikasimu

Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.

Guideku.com - Seusai menyantap seporsi bakso legendaris Pak Kintel di Jalan Sudirman nomor 57, Yogyakarta, kami menemui sang legenda di cabang warung bakso miliknya, tepat di bawah fly over Janti.

Di dapur, pria kelahiran Wonosari tahun 1951 itu tampak memotong bawang ketika tim Guideku.com menyambanginya sekitar pukul 16.00 WIB.

Sorot matanya nanar namun masih tajam. Di usianya yang menginjak 67 tahun, pria bernama asli Trisno Wiyadi itu bahkan masih tangguh memotong bawang dan meracik bumbu seorang diri. Belakangan kami ketahui ia bahkan masih rela membeli seluruh bahan baku baksonya pukul empat pagi di Pasar Beringharjo.

Sementara beberapa pegawainya sibuk meladeni para pelanggan dan menyajikan hidangan, Pak Kintel mempersilahkan kami duduk dan mewawancarainya tanpa tedeng aling.

Pak Kintel (Guideku.com/Adit)

 

(Guideku.com/Adit)

Panjang kali lebar, Pak Kintel menceritakan pengalamannya berjualan dari satu jenis makanan ke makanan lain di awal pencarian jati dirinya yang begitu ranum.

Samar ingatannya tak tentu usia berapa ia mantap bekerja dan meninggalkan bangku sekolah. Belasan tahun, merunut ingatannya yang berkelambu kala ia kabur dari kampung halamannya di Wonosari.

Awal karirnya memang tak mudah, ia bercerita sempat berjualan es keliling, lotis hingga ronde sebelum akhirnya menetapkan bakso sebagai pijakan hidupnya.

''Pertama kali saya kesini (Jogja) saya bekerja ikut orang selama 1 tahun. Saya sempat berjualan es, lotis, ronde hingga ikut orang berjualan bakso,'' kenang Pak Kintel.

Merasa masa depannya lebih terjamin, ia memutuskan berjualan sendiri setelah satu tahun belajar dari seorang Tionghoa di tempat ia bekerja, menyoal kiat meracik bakso.

''Setelah saya bekerja ikut orang, saya berpikir, sampai kapan saya akan ikut orang terus? bagaimana masa depan saya jika berkeluarga nanti? akhirnya saya memilih jualan sendiri,'' terang Pak Kintel yang begitu gelisah kala itu.

Warung bakso Pak Kintel di bawah fly over Janti (Guideku.com/Adit)

Mulai meracik baksonya seorang sendiri, Pak Kintel mengawali pengembaraannya dengan berjualan bakso pikul keliling di kawasan Nol Kilometer Yogyakarta.

Sambil berseloroh dengan derai tawa yang pahit ia menyebut nasib sebagai tukang bakso pikul pula yang kelak menghambat pertumbuhannya lebih tinggi.

''Dahulu masih mikul di sekitar nol kilometer, makanya nggak bisa tinggi, karena mikul itu,'' kenang Pak Kintel miris.

''Lalu saya mulai berjualan di kantor pos,'' tambahnya.

Seporsi baksonya yang lezat berbekal potongan tahu, tiga biji bakso daging sapi, potongan bakso kering dan potongan paru mulai diminati banyak pelanggan. Dagangannya pun laris manis.

Seiring waktu, perlahan modalnya cukup, lantas Pak Kintel memberanikan diri membuka warung bakso pertamanya tahun 1984 di Jalan Sudirman nomor 57.

Dan ia tak lantas meninggalkan kegiatannya berjualan di kantor pos saat siang hari.

Warung bakso Pak Kintel di Jalan Sudriman nomor 57 (Guideku.com/Adit)

''Terus saya mulai membuka cabang di Terban (sekitar kawasan Jalan Sudirman nomor 57). Jadi siangnya saya jualan di Kantor Pos. Lalu pulang, mandi dan sorenya jualan di Terban. Bisa dibilang saya bekerja nyaris 24 jam,'' tutur Pak Kintel.

Kerja kerasnya membuahkan hasil yang tidak dapat dipandang sebelah mata, ia berhasil membuka cabang demi cabang. Memang, beberapa di antaranya tak dapat bertahan namun dua cabang miliknya, (yang tertua) di Jalan Sudirman lalu di bawah fly over Janti sanggup bertahan hingga berpuluh tahun.

''Di janti sudah 12 tahun. Di Terban sudah nyaris 30an tahun,'' ujarnya penuh syukur.

(Guideku.com/Adit)

Sayang, saat kami menanyakan rahasia racikan baksonya, Pak Kintel menolak terang-terangan, sambil merendah ia menyebut bakso racikannya merupakan bakso khas Jogja yang diramu dengan kerja kerasnya yang telaten.

''Bakso kering, potongan paru, mie, pangsit, tahu itu sudah jadi ciri khas bakso Jogja, mas. Ya kerja keras dari tahun ke tahun yang selalu saya lakukan,'' tegas Pak Kintel.

Satu hal yang ia syukuri di usianya yang tak lagi muda, ia masih bisa bekerja dan keempat anaknya kini sudah berkeluarga.

''Masa lalu saya begitu pahit. Alhamdulillah saya masih bisa bekerja dan keempat anak-anak saya sudah berkeluarga,'' tandas Pak Kintel mantap.

BACA SELANJUTNYA

Cara Nikmati 5 Kuliner Legendaris di Kota Yogyakarta, Bukan Cuma Gudeg lho