Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Jalan hidup pula yang membuatnya memahami medan paling tepat untuk ia bernyanyi.
Seperti pengamen lainnya, masa pencarian Pieter bermula dari satu kota ke kota yang lain.
Berbekal gitar, dan pakaian di ransel secukupnya, Pieter menyambangi bermacam kota untuk mencari sesuap nasi. Terik, hujan, dan asam garam khas musisi jalanan ia hadapi sehari-sehari.
Pieter memulai petualangannya menyambangi satu rumah ke rumah lain di kawasan pemukiman warga, dari kampung hingga komplek perumahan mewah.
Baca Juga
Beragam pengalaman pahit pun ia terima. Pieter mengaku pernah diusir, diguyur air, digempur anjing hingga nyaris dibunuh penghuni rumah yang tengah cekcok dan tak sudi dengan kehadirannya.
''Saya pernah diserbu anjing di kawasan perumahan elit, mas. Nangis saya. Mungkin si pemilik rumahnya nggak terima didatangi pengamen. Beruntung tetangga depan rumah itu selamatkan saya,'' kenang Pieter getir.
Dari sederet pengalaman itu pula, ia menyadari risiko besar memasuki kawasan pemukiman warga. Ada privilege dan privasi yang tidak etis dicampuri orang asing, terlebih pengamen seperti dirinya.
''Kawasan pemukiman itu sangat sensitif mas, karena kita memasuki wilayah privasi orang. Kita juga tidak pernah tahu kondisi si pemilik rumah,'' jelas Pieter.
Sejak saat itu, Pieter beralih membuka jalan rezekinya dengan menyambangi emperan warung makan dan restoran pinggir jalan. Saat itu sekitar 1990-an, ia mulai menentukan rute bernyanyi hanya di sekitar Jalan Kaliurang.
''Karena restoran itu ruang publik, kita pun jadi lebih leluasa untuk datang (ngamen). Asal tetap sopan dan menjaga kesantunan,'' ujar Pieter.
Berpenampilan maksimal, menghargai pendengar
Pieter tak pernah menganggap rendah pekerjaan mengamen yang ia geluti. Baginya, mengamen sama seriusnya seperti halnya orang-orang lain yang bekerja di segala bidang.
Sebab itu, ia selalu berpenampilan maksimal tatkala bernyanyi menyisir jalanan.
Rambutnya ditata rapi. Pakaian unik yang ia kenakan pun tak sembarangan. Ia selalu tampil outstanding, dari atas hingga bawah, lengkap bersama sepatu layaknya musisi di panggung-panggung dengan penonton khusus.
''Kita nggak cuma sekadar bernyanyi mas. Pakaian dan penampilan pun harus bersih dan sopan agar orang yang melihat pun senang,'' tuturnya.
Bernyanyi di jalanan, berserah pada Tuhan
Ngamen, bernyanyi di jalanan, bagi Pieter bukan sekadar berdendang lantas diberi uang dan selesai.
Ia mengamini ada etika tak tertulis yang kerap ia lakoni demi menghargai profesinya sendiri juga para pendengarnya.
Etika tersebut antara lain menyelesaikan satu lagu utuh betapapun diberikan uang di tengah lagu.
Sebab Pieter memegang teguh prinsip pantang mengemis. Dan kegiatan bernyanyi menyisir jalan yang ia lakoni adalah pekerjaan serius untuk menghibur orang lain.
Berangkat dari pemahaman tersebut, Pieter meyakini salah satu kunci konsistensinya dalam menggeluti profesi sebagai musisi jalanan yakni lapang dada menerima berapapun uang yang diberikan.
''Kita harus menerima berapapun uang yang dikasih, mas. Jadi nggak benar itu kalo ngamen terus marah karena nggak dikasih uang. Soalnya kita yang datang dan menghibur mereka,'' terang Pieter.
Sebab bagi Pieter pada dasarnya mengamen adalah bagaimana menjalin hubungan baik dengan semua orang, lantas selanjutnya diserahkan pada Sang Kuasa.
''Untuk saya yang paling penting adalah menjalin hubungan baik dengan semua orang. Makanya saya selalu menanyakan kabar pada siapa pun orang yang saya temui sebelum dan sesudah bernyanyi. Makanya banyak pendengar yang masih ingat saya sejak mereka kuliah hingga hari ini mereka ngambil studi S3,'' kenang Pieter mensyukuri jalan hidupnya.
Tak jarang, dari hubungan baik tersebut, pintu rezeki yang lain terbuka untuk Pieter.
Ia kerap pula diundang bernyanyi di panggung-panggung besar. Dari bernyanyi di acara komunitas The Beatles, diliput berbagai media dan televisi hingga membuka konser Stars and Rabbit di Taman Budaya Yogyakarta beberapa tahun silam.
''Bersyukur dan berserah diri pada Tuhan, itu yang membuat saya selalu yakin dengan profesi bernyanyi di jalan. Bukan masalah berapa pun nominal yang saya terima. Puji Tuhan saya masih bisa hidup hingga hari ini, bisa makan sehari-hari, menabung pun memberi untuk mereka yang membutuhkan,'' tutup Pieter mantap.
Long live Pak Pieter Lennon, teruslah bernyanyi dengan harmonika, gitar dan semangatmu yang membara!
Terkini
- 5 Tempat Wisata Religi di Solo, Terbaru Masjid Raya Sheikh Zayed
- 10 Tempat Wisata Cianjur, Libur Lebaran Jadi Semakin Seru
- Rekomendasi 9 Tempat Wisata Religi di Indonesia, Cocok untuk Momen Libur Lebaran
- Tips Peregangan Saat Naik Kendaraan, Dijamin Bebas Pegal saat Mudik
- Catat! 5 Provinsi Ini Bakal Ramai Pemudik saat Liburan Idul Fitri
- Tips Mudik Lebaran Pakai Kendaraan Pribadi: Lebih Nyaman Dijamin Aman
- Potensinya Gede, Kunjungan Wisman Jepang ke Indonesia Terus Ditingkatkan
- Mudik Lebaran 2024 Naik Kereta, Masih Wajib Vaksin Covid-19?
- Survei Agoda: Perjalanan yang Ramah Lingkungan Lebih Disukai Wisatawan
- 4 Alasan Kamboja Bisa Jadi Destinasi Wisata Seru, Mau Piknik ke Sana?
Berita Terkait
-
Catat! 5 Provinsi Ini Bakal Ramai Pemudik saat Liburan Idul Fitri
-
Bale Kanoman: Kuliner Bernuansa Jawa yang Menggoda di Tengah Kota Jogja
-
Malaysia Larang Penjualan Minuman Khas Indonesia, Bisa Didenda Rp33 Juta
-
Murah Banget, Ini Harga Paket Kano Menyusuri Wisata Mangroves Baros di Yogyakarta
-
Soto Sampah Jogja, Wisata Kuliner Unik Penggugah Selera di Yogyakarta
-
Mengenal Resep Autentik Sate Klatak Yogyakarta
-
Menelusuri Fakta dan Legenda Taman Sari, Destinasi Wisata Liburan Akhir Tahun di Yogyakarta
-
Trailer dan Sinopsis 'Monster', Film Thriller Tanpa Dialog Dibintangi Marsha Timothy
-
Menilik Candi Abang Sleman yang Terdapat di Serial "Gadis Kretek"
-
Cara Nikmati 5 Kuliner Legendaris di Kota Yogyakarta, Bukan Cuma Gudeg lho