Sabtu, 04 Mei 2024
Rendy Adrikni Sadikin : Sabtu, 08 Desember 2018 | 20:30 WIB

Aktifkan Notifikasimu

Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.

Guideku.com - Dalam budaya pop kekinian, banyak tuh cerita tentang tentang prajurit samurai legendaris Jepang. Dan, kebanyakan dari cerita-cerita tersebut hanya mengangkat pejuang samurai pria.

Nah, melawan lupa atas apa yang terjadi di kepercayaan populer, tak jarang orang meyakini bahwa samurai perempuan itu ada. Mereka pun sama mumpuni dan garangnya dengan prajurit pria.

Sebutannya Onna Bugeisha. Prajurit mematikan ini dilatih untuk perang, pertahanan diri dan kemampuan mumpuni dalam menggunakan senjata--terutama pedang--, demikian dikutip Japan Times.

Senjata paling populer yang dipilih para Onna Bugeisha tersebut merupakan pedang asal Jepang yang dipasang di tiang dan dinamakan naginata.

Mereka juga mendapatkan pelatihan untuk seni berduel menggunakan pisau yang disebut tantojutsu. Sementara pisaunya dikenal beken dengan nama kaiken.

Dengan standar setali tiga uang, pejuang samurai pria dan wanita sama-sama dilimpahkan tugas serupa. Tidak berat sebelah. Mereka pun berjuang berdampingan dalam periode awal seperti, Heian dan Kamakura.

Di antara sedikit samurai wanita, yang paling menonjol ada dua sosok: Tomoe Gozen dan Hangaku Gozen.

Tomoe Gozen terkenal dengan kesetiaan dan keberaniannya. Dia berjuang dengan berani dalam perang bertajuk Battle of Awazu yang pecah pada 1184.

''Tomoe sangat cantik. Kulitnya putih. Rambutnya panjang. Sosoknya sangat kharismatik dan mempesona. Dia dikenal sebagai pemanah jagoan dan ahli menggunakan pedang. Kekuatannya sebanding dengan 1.000 prajurit. Dia siap melawan setan atau dewa sekalipun,'' demikian dikisahkan dalam The Tale of the Heike.

''Dia mengendarai kuda dengan keterampilan luar biasa. Dia naik tanpa mengalami cedera. Setiap kali pertempuran sudah dekat, Yoshinaka mengirimnya keluar sebagai kapten pertamanya. Lengkap dengan baju zirah nan kuat, pedang besar, dan busur yang kuat. Dia lebih berani daripada prajurit lainnya.'' demikian menurut The Tale of the Heike.

Tomoe Gozen. (Nextshark via aikidoromanord.org)

Lain Tomoe, lain pula Hangaku Gozen. Wanita ini memimpin 3.000 prajurit ketika berperang melawan 10.000 tentang yang setia kepada klan Hojo. Literasi Jepang mengiaskannya sebagai, ''Tak gentar bak seorang pria, cantik bak sekuntum bunga.''

Sementara prajurit wanita lainnya ditugaskan untuk melindungi rumah mereka daripada pergi ke medan perang. Mereka dilatih untuk menjadi terampil dalam senjata yang secara efektif dapat bertahan melawan penjajah di atas kuda.

Lebih lanjut tentang onna bugeisha. Sosok ini dilukiskan mengenakan baju zirah bergambar saat memimpin kelompok-kelompok wanita bersenjata naginata. Mereka didokumentasikan sampai periode Sengoku (pertengahan abad 15 hingga awal abad 17).

Hangaku Gozen. (Nextshark via aikidoromanord.org)

Dalam buku 'Samurai Women 1184-1877', sejarawan Stephen Turnbull menuliskan, meski bukti arkeologis sedikit, keterlibatan perempuan dalam pertempuran lebih luas ketimbang yang banyak tersirat.

Namun, perubahan besar pada status wanita dalam masyarakat Jepang datang pada awal abad 17 atau yang dikenal sebagai periode Edo.

Dengan tatanan konvensi sosial baru dan munculnya perdamaian, para onna bugeisha dipaksa untuk menjalani perubahan radikal dari status mereka sebagai prajurit yang menakutkan menjadi istri dan ibu.

Diharapkan untuk menjalani kehidupan ketaatan pasif, putri bangsawan dan jenderal akhirnya dilarang mengambil bagian dalam pertempuran dan bahkan bepergian.

Menariknya, di bawah kekuasaan otoriter Keshogunan Tokugawa pada pertengahan abad 17, sekolah dibuka di sekitar Kekaisaran untuk mengajarkan seni naginata kepada wanita sebagai metode pelatihan moral.

Sementara ada penurunan yang signifikan dalam kebutuhan akan keterampilan bertempur, perempuan masih diharapkan untuk siap membela rumah tangga atau desa jika ada gangguan di malam hari atau karakter mencurigakan yang tiba di sekitarnya.

Pada akhir abad 19, onna bugeisha legendaris lainnya bernama Nakano Takeko memimpin kelompok wanita prajurit khusus yang dikenal sebagai Joshitai. Nakano, yang juga memegang naginata, memiliki hitungan membunuh 172 samurai.

Dia meninggal karena luka tembak ketika memimpin serangan terhadap pasukan Tentara Jepang Kekaisaran dari Ogaki Domain.

Tindakan Nakano dan pejuang perempuannya dari Joshigun masih diperingati hari ini selama Festival Musim Gugur Aizu tahunan.

Setiap tahun pada bulan September sekelompok gadis muda mengenakan hakama dan ikat kepala shiro mengambil bagian dalam prosesi untuk menghormati mereka.

BACA SELANJUTNYA

Keunikan Onsen, Jenis-Jenis Pemandian yang Harus Diketahui Saat Wisata ke Jepang